
Fenesia – Budaya patriarki adalah budaya yang memandang laki-laki lebih berharga daripada perempuan dan merupakan pusat dari dunia.
Budaya lelaki-sentris ini sudah ada sejak awal peradaban manusia dimana saat itu lelaki dan tenaganya sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup.
Namun, faktanya budaya ini masih eksis sampai saat ini walaupun kaum feminis sudah bertebaran dimana-mana dan berkoar-koar tentang persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan.
Secara jelas, budaya patriarki ini sangat merugikan bagi kaum wanita. Hak-hak wanita cenderung pasif dan tidak bebas jika dibandingkan dengan hak kaum lelaki. Wanita seolah hidup dalam bayang-bayang pria dan dianggap tidak bisa bertahan hidup tanpa sosok figur lelaki.
Bahkan terdapat frasa jika tugas wanita selama hidupnya hanya sekadar, menstruasi, mengandung, dan melahirkan.
Namun, tidak hanya kaum wanita saja yang dirugikan dengan budaya ini, kaum lelaki sebagai subjek euforianya ternyata juga terkena imbasnya.
Pada zaman millennial ini istilah yang pas untuk menggambarkan kondisi tersebut adalah ‘Toxic Masculinity’. Lelaki, menurut budaya patriarki, harus mewujud secara sempurna dalam berbagai aspek kehidupan.
Cinta, finansial, kepemimpinan, bahkan pada aspek ‘kelincahan di ranjang’. Isu patriarki yang merugikan kedua belah pihak baik wanita maupun lelaki tersebut menggambarkan dengan apik lewat ramuan naskah terbaru Greta Gerwig “Little Women”.
Little Women sendiri merupakan film adaptasi kesekian dari novel terkenal berjudul sama yang ditulis oleh Louisa May Alcott pada tahun 1868. Isu utama dari novel maupun film adaptasinya adalah seputar 4 remaja bersaudara dari keluarga March yang mempunyai mimpinya masing-masing dan berusaha mewujudkannya ditengah hiruk-pikuk patriarki yang sangat kental.
Friska Aprilliana