

Bangkok – Kamboja secara resmi mengumumkan pengunduran diri dari delapan cabang olahraga SEA Games 2025 yang akan berlangsung di Thailand. Keputusan mengejutkan ini mencakup cabor sepak bola putra dan putri.
Komite Olimpiade Nasional Kamboja (NOCC) mengirimkan surat resmi pada Rabu (26/11/2025) kepada Federasi Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEAGF) dan Komite Penyelenggara SEA Games ke-33 (THASOC) untuk mengonfirmasi penarikan ini.
Selain sepak bola, cabang olahraga lain yang ditarik Kamboja adalah sepak takraw, petanque, gulat, judo, karate, pencak silat, dan wushu.
NOCC menyatakan penyesuaian ini dilakukan karena “masalah keamanan yang signifikan, yang menimbulkan tantangan dalam menjamin keselamatan dan perlindungan atlet dan ofisial kami.”
Pengunduran diri Kamboja berdampak signifikan pada cabang sepak bola putra. Timnas Putra Kamboja sebelumnya tergabung dalam Grup A bersama Thailand dan Timor Leste, dengan laga pertama dijadwalkan melawan Timor Leste pada 6 Desember 2025.
Dengan mundurnya Kamboja, Grup A kini hanya menyisakan dua tim, yakni Thailand dan Timor Leste. Situasi ini memicu spekulasi mengenai kemungkinan dilakukannya undian ulang untuk menjaga keseimbangan dengan Grup B yang berisi tiga tim dan Grup C yang memiliki empat tim.
THASOC kini dituntut untuk berkoordinasi dengan Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) guna menentukan langkah selanjutnya dalam format turnamen.
Meskipun menarik diri dari delapan cabor tersebut, Kamboja tetap akan berpartisipasi dalam 13 cabang olahraga lainnya, meliputi renang, jet ski, kickboxing, voli, dan atletik.
Keputusan tiba-tiba ini diambil menyusul adanya ketegangan diplomatik dan perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Sebelumnya, Kamboja telah melepas 333 atlet dan ofisial untuk berpartisipasi di SEA Games ke-33.
Menteri Edukasi, Pemuda, dan Olahraga Kamboja, Hangchuon Naron, mengakui telah mempertimbangkan secara cermat “ketegangan perbatasan yang sedang berlangsung.” Namun, ia menentang boikot penuh untuk menghindari kerusakan citra Kamboja.
“Keputusan untuk berpartisipasi dalam SEA Games bukanlah keputusan yang mudah,” ujar Naron. “Hal ini membutuhkan keseimbangan antara isu sengketa perbatasan dengan semangat persatuan regional.”
Ia menambahkan, “Kita tidak boleh membiarkan boikot memengaruhi hubungan dan peluang kaum muda di ASEAN, dan kita harus menunjukkan semangat sportivitas yang sesungguhnya.”