

Jakarta – Pengusaha Low Tuck Kwong, salah satu figur paling berpengaruh di industri energi Indonesia, khususnya sektor batu bara, terus menjadi sorotan pasar. Dengan total kekayaan mencapai US$24,9 miliar atau sekitar Rp407,15 triliun (Forbes), pergerakan investasinya, termasuk dua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), selalu menarik perhatian investor karena berkaitan dengan strategi bisnis dan arah ekspansinya.
Artikel ini merangkum profil lengkap Low Tuck Kwong sekaligus kinerja dua saham yang ia miliki secara langsung, yakni di sektor pertambangan dan jasa penambangan.
Low Tuck Kwong, lahir di Singapura, memulai langkah bisnisnya di Indonesia pada tahun 1973 dengan mengembangkan bisnis konstruksi dari nol. Perjalanan kariernya kemudian berubah drastis saat ia masuk ke bisnis batu bara pada tahun 1988, sektor yang kini mengantarkannya menjadi salah satu tokoh terkaya di Asia Tenggara.
Ia dikenal sebagai sosok yang cakap dalam pengelolaan bisnis jangka panjang dan fokus pada efisiensi operasional. Strategi inilah yang membuat perusahaannya tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir. Seiring dengan perkembangan bisnisnya, Low Tuck Kwong memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan terus mengokohkan posisinya sebagai pemain besar di sektor energi.
Selain mengelola perusahaan batu bara, ia juga merambah sektor energi baru terbarukan melalui Metis Energy yang berbasis di Singapura. Diversifikasi ini menunjukkan perhatiannya pada dinamika perubahan industri energi global. Portofolio saham yang ia miliki di BEI menunjukkan pendekatan investasi terintegrasi, dengan menguasai baik sisi produksi maupun layanan pendukung dalam rantai industri batu bara.
PT Bayan Resources Tbk (BYAN) merupakan perusahaan yang paling melekat dengan nama Low Tuck Kwong dan menjadi aset terbesarnya. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1997 dengan nama PT Gunungbayan Pratamacoal, lalu berkembang menjadi produsen batu bara berbiaya rendah. BYAN mengoperasikan konsesi batu bara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, dengan tambang Tabang di Kutai Kartanegara yang menyumbang sekitar 80 persen produksi.
Efisiensi biaya menjadi salah satu keunggulan utama yang menjadikan BYAN kompetitif di pasar global. BYAN resmi tercatat di BEI pada 12 Agustus 2008, melepas 833 juta saham di harga penawaran Rp5.800 per saham. Sejak IPO, perusahaan ini terus memperluas kapasitas operasional dan memantapkan posisinya di industri batu bara nasional melalui pengelolaan empat tambang utama.
Per 30 September 2025, Low Tuck Kwong tercatat memiliki 13,41 miliar saham BYAN atau setara 40,23 persen dari total saham beredar, menjadikannya pemegang saham pengendali utama. Pada perdagangan 17 Oktober 2025, harga saham BYAN ditutup di Rp18.150 per saham. Saham ini mencatat penurunan 7,75 persen dalam enam bulan terakhir dan terkoreksi 12,21 persen secara year to date, merefleksikan kondisi pasar batu bara yang mengalami tekanan sepanjang tahun.
PT Samindo Resources Tbk (MYOH) melengkapi portofolio investasi Low Tuck Kwong sebagai perusahaan jasa penambangan batu bara. Awalnya, MYOH adalah perusahaan teknologi informasi sebelum diakuisisi oleh ST International Corporation dari Korea Selatan. Pasca-akuisisi, perusahaan ini melakukan transformasi besar dengan mengubah bisnis utamanya menjadi jasa pertambangan terintegrasi.
Transformasi ini merupakan langkah strategis yang membawa MYOH memasuki sektor energi. Sebagai perusahaan jasa tambang, MYOH mengakuisisi beberapa entitas usaha untuk memperkuat lini bisnisnya. Salah satu tambang besar yang dikelola anak usahanya berada di lokasi penambangan milik PT Kideco Jaya Agung di Kalimantan Timur.
Layanan yang diberikan MYOH mencakup pengupasan lapisan tanah, pengangkutan batu bara, hingga pengelolaan operasional tambang. Kemampuan memberikan layanan lengkap menjadikan MYOH mitra strategis perusahaan batu bara besar di Indonesia.
Per 30 September 2025, Low Tuck Kwong memiliki 312 juta saham MYOH, setara 14,18 persen dari total saham beredar. Pada perdagangan 17 Oktober 2025, saham MYOH ditutup di angka Rp1.670 per saham. Dalam enam bulan terakhir, saham MYOH turun 7,73 persen, namun secara year to date justru masih tumbuh tipis 3,73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja MYOH relatif stabil meski industri batu bara mengalami tekanan.
Kepemilikan Low Tuck Kwong atas dua saham, yaitu BYAN dan MYOH, menegaskan kekuatan posisinya dalam industri batu bara Indonesia. Dengan menguasai perusahaan tambang sekaligus perusahaan jasa tambang, ia membangun ekosistem bisnis yang saling mendukung. Portofolio ini mencerminkan strategi terintegrasi yang telah menjadi kunci keberhasilannya selama bertahun-tahun.