Sejarah: Penetapan 5 Oktober Jadi Hari Ulang Tahun TNI

Jakarta – Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 pada Ahad, 5 Oktober 2025, di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Puncak perayaan ini mengusung tema “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju” dan akan dihadiri langsung oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai inspektur upacara.

Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Freddy Ardianzah, menjelaskan bahwa Presiden Prabowo akan didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, serta tiga kepala staf angkatan tiap matra.

Selain itu, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan sejumlah mantan pejabat tinggi TNI juga dijadwalkan hadir dalam perayaan. Beragam kegiatan akan menyemarakkan HUT ke-80 TNI, mulai dari pameran alat utama sistem senjata (alutsista), parade prajurit, hingga penampilan ilustrasi pertempuran.

HUT TNI diperingati setiap tanggal 5 Oktober, menandai sejarah panjang angkatan perang Republik Indonesia yang telah mengalami beberapa kali perubahan nama dan struktur organisasi.

Pada awal kemerdekaan, Indonesia belum memiliki kesatuan militer resmi. Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang dibentuk dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 22 Agustus 1945, bertugas memelihara keamanan setempat dan bukan merupakan organisasi kemiliteran resmi.

Melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pembentukan TKR inilah yang kemudian menjadi cikal bakal TNI. Pada penghujung 1950-an, melalui Keputusan Presiden RI Nomor 316 Tahun 1959, tanggal tersebut resmi diperingati sebagai Hari Angkatan Perang.

Pada 7 Januari 1946, angkatan perang RI kembali berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Di tahun yang sama, nama tersebut berubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk memenuhi standar organisasi militer internasional.

Kurang dari setahun kemudian, tepatnya 3 Juni 1947, Presiden Sukarno secara resmi mengesahkan perubahan nama TRI menjadi Tentara Nasional Indonesia.

Pada tahun 1962, Presiden Sukarno menyatukan angkatan perang dan kepolisian menjadi satu komando yang dikenal sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan ini bertujuan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan peran keamanan negara, sekaligus menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu.

Memasuki era reformasi, muncul tuntutan masyarakat agar Kepolisian RI (Polri) memisahkan diri dari ABRI. Tuntutan ini didasari harapan agar Polri menjadi institusi yang profesional, mandiri, dan bebas intervensi dalam penegakan hukum, mengingat perbedaan tugas pokok antara militer dan polisi.

Sejalan dengan tuntutan tersebut, pada 1 April 1999, diterbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 yang mengatur pemisahan Polri dari ABRI. Instruksi ini memandu reformasi Polri, termasuk penempatan sistem dan penyelenggaraan pembinaan kekuatan serta operasional Polri di bawah Departemen Pertahanan Keamanan. Setelah pemisahan ini, nama ABRI pun kembali menjadi TNI.

Rekomendasi