3 Alasan Perlunya Bersikap Bodo Amat. Ada yang Untuk Selamatkan Mental

Masa Bodo, Foto : Internet

TREAT – Bersikap bodo amat atau masa bodo tidak selalu merupakan sikap yang negatif. Hidup memang butuh diperjuangkan. Maka dari itu, banyak orang mengalami stres atau tertekan dengan kehidupan yang ia jalani. Target demi target atau deretan impian menekan perasaan dan pikiran untuk meraih semuanya yang telah disusun baik secara matang atau tidak. Ujung-ujungnya segala tekanan justru menolak untuk hidup yang sederhana.

Dalam artikel ini, berikut 3 alasan mengapa Treatpeople perlu bersikap masa bodo :

1. Menikmati proses untuk sukses

Sebuah kesuksesan yang luar biasa tentu diraih dengan usaha yang luar biasa juga. Namun, kadang keinginan untuk mencapai kesuksesan itu jelas-jelas membuat diri sendiri terbebani. Termakan paksa motivasi dari orang-orang sukses dalam bidangnya masing-masing. Kurang lebih, cara menggapai mimpi tidak dilakukan dengan tanpa kerja keras. Lalu, apakah kesuksesan itu diraih untuk mendapatkan rasa puas terhadap apa yang dituju atau sekadar menjadi kaya harta?

Sebagian orang lupa bahwa kesuksesan juga bisa dicapai dengan hal-hal yang menyenangkan. Misalnya dengan melakukan kegiatan yang paling disukai. Penulis kondang, Mark Manson bercerita dalam bukunya tentang Bowski, seorang penulis yang mencapai kesuksesannya bukan dengan kecerdasan dan peluang. Namun, karena bowski mampu untuk jujur pada diri sendiri dengan penuh dan tulus. Terutama untuk membagi perasaan dan mengakui keburukannya tanpa ragu.

Dari cerita tersebut, agaknya motivasi yang membuat tersiksa kadang perlu diawaskan agar hidup dapat dijalani dengan lebih baik dan damai. Sukses tidak melulu tentang bagaimana harus berusaha, tapi juga bagaimana tetap merasa bahagia.

2. Kebahagiaan adalah tanggungjawab kita

Pada hakikatnya, kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Sedangkan menjadi baik untuk semua orang adalah pilihan diri sendiri. Terkadang, kita tidak selalu bisa mengambil kendali terhadap apa yang akan terjadi pada kita. Namun, setiap apa yang terjadi pada diri kita, kita dapat memberi respon pada hal itu.

Sebagian dari kita mungkin masih menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaan dirinya. Misalnya, karena adanya komentar, tekanan atau respon negatif yang berasal dari orang lain. Namun, sungguh tidak seorangpun yang bertanggung jawab atas ketidakbahagiaan diri kita, selain diri kita sendiri. Lambat laun kita tahu. Masalahnya, bahagia bukan berasal dari apa dan siapa, tapi berasal dari cara pandang kita dalam merespon sesuatu.

3. Penolakan bukan hal yang negatif

Bagaimana rasanya jadi orang yang gak enakkan? Capek bukan?

Memuliakan orang lain memang amatlah menyenangkan. Tapi, sudah pastikah kita bisa membedakan mana yang butuh dimuliakan dan mana yang hanya memanfaatkan?

Orang baik tidak bisa membedakan ini, tapi orang bijak tahu mana yang harus ia dahulukan. Penolakan tidak selamanya negatif, justru tidak bisa menolak akan dapat menimbulkan sikap yang negatif. Tidak dapat menolak dengan alasan “tidak enak, segan, atau demi sebuah hubungan” atau yang lainnya membuat bukan hanya tubuh yang lelah, tapi juga waktu dan pikiran yang terkuras.

Kenapa harus enggan untuk menyampaikan penolakan? Toh, kita tidak selalu menjadi pilihan terakhir dan satu-satunya harapan. Manusia memang makhluk sosial, tapi makhluk sosial yang bagaimana? Bukankah tidak ada manusia yang mampu bertahan dalam jebakan hubungan yang membuat mereka tidak bahagia? lalu kenapa kita harus bertahan?

Semoga postingan ini bisa mencerahkan ya, Treatpeople. Jangan lupa untuk bahagia!

Rekomendasi