TREAT – Isu dedolarisasi semakin menguat di dunia, dengan banyak negara mulai mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Salah satu pendorong utama adalah desakan Presiden Rusia, Vladimir Putin, kepada negara-negara aliansi BRICS untuk meninggalkan dolar AS. Sebagai alat transaksi yang dominan dalam perdagangan internasional, kebijakan ekonomi The Fed memiliki dampak global. Namun, wacana penggantian dolar ini terus menguat, terutama dengan munculnya mata uang alternatif di berbagai belahan dunia. Berikut ini beberapa rangkuman mata uang yang marak digunakan dalam perdagangan international sebagai alternatif dolar AS.
China, dengan kekuatan ekonominya, telah mendorong penggunaan yuan sebagai alat pembayaran internasional. Baru-baru ini, China sedang berdiskusi dengan Arab Saudi untuk membeli minyak menggunakan yuan. Jika mencapai kata sepakat, ini dapat mengurangi permintaan dolar AS lebih dari US$ 10 miliar. Selain itu, China juga telah menyepakati kerja sama perdagangan dengan Brasil yang melibatkan yuan dan real. Kesepakatan ini bernilai US$ 171,49 miliar, yang berarti hilangnya permintaan dolar dalam jumlah besar dari perdagangan global.
Euro sebagai mata uang yang dominan di Eropa dengan lebih dari 20 negara yang menggunakannya, semakin menggeser peran dolar AS di kawasan tersebut. Dengan kekuatan ekonomi besar seperti Jerman dan Prancis, euro mencakup 66,1% perdagangan di Benua Biru, sementara dolar AS hanya sebesar 23,1% pada periode 1999-2019.
Negara-negara BRICS juga sedang berupaya menciptakan alat transaksi baru sebagai alternatif bagi dolar seperti emas dan komoditas lain. Upaya ini sebagai langkah untuk mengurangi dominasi dolar AS dan euro dalam perdagangan antarnegara. Wacana ini terus berkembang, terutama setelah aliansi ini memperluas keanggotaan dengan masuknya negara-negara seperti Mesir, Iran, dan Arab Saudi. Aliansi ini memiliki kontribusi PDB sebesar 31,5%, mengungguli G7 yang berkontribusi 30,7%.
Negara-negara ASEAN juga menandatangani kerja sama Local Currency Transaction (LCT) untuk memperluas penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas batas. Negara-negara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah menyepakati penggunaan kode QR dan pembayaran cepat untuk transaksi lintas negara. Vietnam siap mengimplementasikan perjanjian ini, diikuti oleh Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam.
Mata uang digital juga menjadi pesaing kuat bagi dolar. Yuan China dalam bentuk digital telah memicu perdebatan tentang dedolarisasi sejak tahun 2021. Transaksi uang digital menawarkan cara yang lebih murah dan mudah untuk menyelesaikan pembayaran lintas batas, mengurangi ketergantungan pada sistem berbasis dolar. Kripto juga dapat menjadi alternatif potensial, dengan Bitcoin disebut-sebut mampu menggantikan dolar sebagai mata uang dominan. Namun, bank sentral AS tidak melihat akhir dari dominasi dolar AS dalam waktu dekat, meskipun ada kekhawatiran tentang surutnya kekuatan dolar.
Meskipun gerakan dedolarisasi semakin menggema, dominasi dolar AS belum sepenuhnya memudar. Sejak Perang Dunia Kedua, dolar telah menjadi mata uang cadangan dunia, dengan menyimpan lebih dari 70% cadangan devisa global dalam dolar pada tahun 1999. Namun, persentase ini menurun menjadi di bawah 60% pada akhir 2021, menurut IMF.
Para pesaing strategis Amerika seperti China terus menantang hegemoni dolar, sementara alternatif seperti krona Swedia, won Korea Selatan, dan dolar Australia mulai mendapatkan perhatian lebih.
Beberapa aset juga berpotensi mampu menggantikan dominasi dolar. Emas misalnya, kembali menjadi pilihan banyak bank sentral sebagai penyimpan nilai di tengah perdebatan tentang dedolarisasi. Pada kuartal pertama tahun 2023, bank sentral dunia menambah 228,4 ton emas ke cadangan mereka, naik 176% dari tahun sebelumnya.
Mata uang lokal ASEAN juga menjadi alat pertimbangan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar. Kelompok ekonomi besar seperti ASEAN telah meneken LCT untuk memuluskan upaya dedolarisasi dengan menggunakan uang lokal dalam transaksi lintas negara. Namun, menggantikan dolar sebagai mata uang cadangan global masih menjadi tantangan besar, sebagaimana dinyatakan oleh Joseph Stiglitz, ekonom peraih Nobel.