Prosa – Satu Hujan Di Desember

foto ; internet

Ada seberkas memori di Desember yang dingin tahun lalu.
Tentang kamu yang menantang hujan dan berlari ke arahku.
Tentang aku yang terenggut malu kala netramu menangkap mata sembabku.

Atap seng tua sebuah took buku mampu melindungi kita dari amukan air hujan.
Uluran tanganmu yang tergenggam sapu tangan di dalamnya masih terpatri jelas dalam otakku.
Terlebih dari itu, tepukan lembut telapakmu yang kekar di pundkku masih kuingat jelas sensasinya.
Hangat, nyaman, dan aku suka.
Tapi, semuanya kalah akan karsa dari kata-katamu waktu itu.
Sepersisnya, dengan resonansi yang ku tahu akan menjadi candu , kamu berkata,
“Sakitmu akan hilang.

Yang dibutuhkan hanya waktu dan obat yang benar-benar mampu menyembuhan. Jadi, izinkan aku menjadi obatmu. Aku tak menjanjikan kesembuhan. Tapi, jika nyatanya aku tak mampu, aku akan melangkah pergi dan menjauh darimu.”

Aku tahu.
Jatu cinta lagi saat hatimu baru saja dipatahkan rasanya salah dan tak mungkin.
Namun, aku tidak mau berbohong.
Hanya dengan begitu saja kata-katamu menyihirku.
Menyihir hatiku.
Dan aku tahu, sekali lagi aku membuka pintu untuk seseorang kembali mematahkan.
Tapi aku tak ingin peduli.
Detak yang menyenangkan ini ingin kurasakan lagi.
Lewat kamu, dan sihir katamu.

  • Friska Aprilliana

Rekomendasi